Semoga dapat menjadi tambahan dalam belajar..
I.
PENDAHULUAN
Kebahagiaan
hidup adalah cita-cita setiap manusia. Seringkali kita melihat seluruh manusia
setiap hari berusaha untuk menggapai kebahagiaan. Setiap hari kita berjibaku
dan berpeluh keringat untuk mendapatkan kebahagiaan.
Manusia
memiliki pandangan beragam tentang sesuatu yang dapat membuatnya bahagia.
Sebagian orang ada yang hanya berusaha mengumpulkan uang, baik dengan cara
halal atau haram, karena ia menganggap kebahagiaan ada pada uang yang mencukupi
dan melimpah. Sehingga seluruh tenaga, dan pikirannya terpusat kepada bagaimana
mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. Sebagian lagi ada yang menganggap bahwa
kebahagiaan terletak pada kedudukan yang tinggi dimasyarakat. Orang semacam ini
setiap hari berusaha untuk mencari kedudukan terpandang dengan cara halal atau
haram. Ia tidak memiliki pikiran selain hanya bagaimana caranya ia naik pangkat
atau menjadi pejabat.
Seluruh pikiran
dan tenaga orang semacam ini akan dikerahkan untuk menggapai kedudukan, dan
jabatan yang tinggi Baik laki-laki dan perempuan, diberi kesempatan oleh Allah
untuk mendapatkan kebahagiaan jika mereka mau beramal sholeh dengan disertai
iman. Allah tidak membedakan antara mereka, kebahagiaan yang dijanjikan-Nya
adalah sama, tidak ada pembedaan pembagian pahala kepada hamba-Nya yang mau
beramal sholeh dengan disertai iman.
II.
AYAT dan ARTINYA
Ayat berikut
ini, jelas menjadi pendukung tentang kesetaraan bagi laki-laki maupun perempuan
untuk berkarir dan berprestasi, baik dibidang spiritual maupun karier secara
profesional. Dalam surat An Nahl ayat 97, Allah SWT berfirman :
من عمل صالحا من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فلنحيينه
حياة طيبة ولنجزينهم أجرهم بأحسن ما كانوا يعملون
“Barang siapa
mengerjakan kebajian, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka pasti akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri
balasan dengan pahala yang lebih dari apa yang telah mereka kerjakan.”
III.
PENGERTIAN SECARA GLOBAL
Dalam surat An
Nahl ayat 97 ini, Allah berfirman memberi janji kepada orang yang beramal
soleh, amal yang bermanfaat dan sejalan dengan kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya,
orang lakikah ia atau perempuan, asalkan ia dalam keadaan beriman, akan
diberinya kehidupan yang baik didunia dan di akhirat akan diberinya pahala yang
jauh lebih baik dari apa yang diamalkan itu.
Kehidupan yang
baik ialah kehidupan yang berbahagia, santai dan puas dengan tunjangan rezek
yang halal. Kata “حيوة طيبة “ dalam ayat ini diartikan sebagai kepuasan dan
tidak tamak terhadap kelezatan dunia, karena dalam ketamakan itu terdapat
kepayahan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abdullah bin Umar,
bahwa Rasullah SAW bersabda :
قد افلح من أسلم ورزق كفاف وقنعه الله بما اتاه.
“ Berbahagialah orang yang memeluk Islam dan
diberi rezeki yang cukup serta Allah memuaskannya dengan apa yang telah
diberikan kepadanya.”
IV.
PENJELASAN
a.
Utamanya
Orang mu’min memperoleh kehidupan yang baik yang disertai dengan
rasa puas.
Selanjutnya Allah mendorong mereka untuk tabah dalam melaksanakan
segala ketaatan dan kewajiban agama :
من عمل صالحا من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فلنحيينه
حياة طيبة ولنجزينهم أجرهم بأحسن ما كانوا يعملون
Sungguh kami benar-benar akan memberikan kehidupan yang baik kepada
orang yang melakukan amal sholeh dan melaksanakan segala kewajiban Allah,
sedang dia percaya kepada pahala yang dijanjikan-Nya kepada orang-orang yang
taat, dan kepada siksaan yang di ancamkan-Nya kepada orang-orang yang durhaka.
Kehidupan yang baik itu disertai dengan rasa puas dengan apa yang telah
dibagikan Allah kepadanya, dan ridho dengan apa yang telah ditetapkan baginya.
Sebab dia mengetahui, bahwa rizkinya diperoleh karena Allah telah mengaturnya.
Allah adalah pemberi karunia Yang Maha Pemurah ; tidak melakukan, kecuali apa
yang mengandung kemaslahatan. Dia juga mengetahui segala kesenangan dunia itu
cepat hilang. Karena itu, dia tidak memberikan tempat di dalam hatinya; dia
tidak terlalu bergembira dengan memperolehnya, tidak pula bersedih hati dengan
hilangnya.
Kemudian diakhirat kelak dia akan diberi balasan dengan pahala yang
terbaik, sebagai balasan atas amal saleh yang telah dikerjakannya dan atas
keimanan yang benar yang dipegangnya secara teguh.
Adapun orang yang berpaling dari mengingat Allah, sehingga dia
tidak beriman dan tidak mengerjakan amal saleh, maka dia senantiasa berada dalam
kesusahabn dan kepayahan, karena sangat tamak untuk memperoleh berbagai
kesenangan dunia. Apabila ditimpa suatu bencana atau cobaan, maka dia akan
sangat bersedih hati, gundah, dan gelisah. Kemudian apabila suatu kesenangan
dunia terlewat olehnya, maka dia akan bermuka masam dan hatinya diliputi oleh
perasaan sedih, karena dia mengira bahwa puncak kebahagiaan adalah tercapainya
kesenangan hidup ini dan menikmati kelezatannya. Apabila tidak memperoleh apa
yang dia kehendaki, maka dia akan mengharamkan segala apa yang dia impikan. Dia
memandang apa yang dikehendakinya iu sebagai puncak kebahagiaan dan kebaikan.
b.
Tafsir yang lain
Firman Allah dalam surat An Nahl ayat 97, diartikan bahwa kehidupan
yang baik di dunia dan akhirat adalah karunia yang disediakan Tuhan untuk
orang-orang yang dapat memenuhi dua syarat :
1. Beriman
2. Beramal sholeh
Jadi seorang mu’min hendaknya mengerjakan perbuatan/ amal yang
sholeh dengan disertai iman. Adapun laki-laki dan perempuan mereka mempunyai
hak yang sama untuk mendapatkan karunia
itu. Tidak ada pembedaan antara keduanya pahala siapa yang lebih banyak atau
berlimpah. Disini menunjukkan bahwa wanita memiliki peranan dan tanggung jawab
yang sama pentingnya dengan laki-laki.
Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada
teks ayat maupun hadits Nabi yang secara bebas melarang perempuan untuk bekerja
diluar rumah sekalipun. Oleh karena itu, pelarangan terhadap perempuan untuk
bekerja adalah kurang tepat , kaidah agama mengajarkan “Dalam hal
kemasyarakatan pada dasarnya semua boleh selama tidak ada larangan, sebaliknya
dalam hal ibadah “mahdah” semuanya terlarang selama tidak ada tuntutannya.
c.
Hadits-hadits
Ada beberapa hadits yang menerangkan tentang peranan wanita,
diantaranya adalah :
1.
Menjadi pasangan suaminya
الا أخبرك بخير
ما يكنز المرأة الصا لحة إذانظر اليها سرته وإذا أمرها أطاعته وإذا غاب عنها حفظته (رواه ابو داود عن ابي عباس)
Ingatkah kamu aku beritahu suatu kebaikan yang di dambakan untuk di
miliki oleh manusia (suami)? Jawabnya adalah perempuan yang solehah, yaitu
apabila suaminya memandangnya ia menggairahkan, jika suami menyuruhnya ia
mentaatinya, dan jika suaminya tidak disampingnya ia memelihara dirinya.
(HR.
Abu Dawud dari Ibnu Abbas)
2.
Menjadi manajer dalam rumah tangga
كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته الإمام راع ومسئول عن رعيته والرجل راع
في اهله وهو مسئول عن رعيته والمرأة راععية في بيت زوجها ومسعولة عن رعيتها
والخادم راع في مال سيده ومسئول عن رعيته قالوحسيت أن قد قال والرجل راع في مال
ابيه ومسئول عن رعيته كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته
( رواه البخري ابن عمر)
“Kalian semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab tentang
bawahannya. Imam (Kepala Negara) adalah pemimpin dan bertanggung jawab tentang
rakyatnya. Suami menjadi pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab
tentang mereka, istri juga pemimpin dan bertanggung jawab dalam pengaturan
rumah tangganya, bahkan pembantu pun menjadi pemimpin dan bertanggung jawab
tentang harta majikannya. Dan aku mengira Nabi akan melanjutkan bahwa laki-laki
menjadi pemimpin dan bertanggung jawab tentang harta ayahnya. Jadi, setiap kalian
adalah pemimpin dan bertanggung jawab tentang yang dipimpinnya. (HR. Al Bukhori
dari Ibnu Umar)
3.
Menjadi seorang ibu
حق الولد على الوالد أن يعلمه الكتابة والسباحة والرماية وان لا يرزق
إلا طيباز ( رواه الحاكم والبيهقي عن ابو رافع)
“Kewajiban orang tua terhadap anaknya antara lain mengajarinya
tulis-baca, berenang, memanah, dan tidak memberinya rezeki kecuali yang baik
(halal).” (HR. Al-Hakim dan Al Baihaqi dari Abu
Rofi’).
Hal yang sangat utama dalam merawat dan membesarkan anak adalah
bagaimana ibu, dan tentu juga bapak, mengupayakan segala cara yang memungkinkan
agar anak-anak mereka menjadi generasi yang unggul dalam berbagai aspek
kehidupan.
d.
Pendapat Ulama’
Dengan kalimat yang singkat namun padat Ibnu ‘Asyur menyatakan
bahwa setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan berhak mendapatkan
bagiannya dalam menikmati fasilitas duniawi yang diperuntukkan baginya sebagai
balasan atas kerja kerasnya atau sebagian usaha yang telah dia lakukan.
Catatan yang diberikan oleh Muhammad Al Gazali, seperti yang
dikutip oleh Quraish Shihab sehubungan dengan tiadanya larangan bagi perempuan
dalam hal kemasyarakatan layak untuk di renungkan:
1.
Perempuan tersebut memiliki kemampuan luar biasa yang jarang
dimiliki oleh laki-laki, memperkenankannya bekerja akan membuahkan kemaslahatan
untuk masyarakat, sedangkan menghalanginya dapat merugikan masyarakat karena
tidak dapat memanfaatkan kelebihannya.
2.
Pekerjaan yang dilakukannya hendaklah yang layak bagi perempuan,
apalagi kalau itu memang spesialisasinya perempuan, seperti menjadi bidan,dll.
3.
Perempuan bekerja untuk membantu tugas pokok suaminya.
4.
Bahwa perempuan perlu bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan
kebutuhan hidup keluarganya jika tidak ada yang menjamin kebutuhannya atau
kalaupun ada itu tidak mencukupi.
V.
KESIMPULAN
Akhirnya dapat
dikatakan bahwa pada dasarnya Al qur’an / Islam menyebutkan bahwa kedudukan dan
peran wanita adalah setara. Tidak ada larangan
bagi perempuan untuk bekerja baik di dalam atau di luar rumah, dengan catatan
pekerjaan itu dilakukan dalam suasana yang tetap menjaga kehormatannya dan
memelihara tuntutan agama, serta menghindarkan dari hal-hal yang dapat
mengundang efek negatif bagu dirinya, keluarganya, maupun masyarakatnya.
Di samping itu, seorang wanita juga mempunyai peran yang sangat penting
dan banyak, seperti menjadi pasangan suaminya, menjadi manajer dalam
rumah tangga, dan juga sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa spirit Al qur’an bukan untuk
memberikan pembatasan aktivitas terhadap kaum perempuan, melainkan memberikan
petunjuk bagaimana sewajarnya seorang perempuan muslimah menjalani hidupnya
sebagai bentuk pengabdian terhadap Allah SWT. Sekiranya ada ayat Al qur’an atau
hadits Nabi SAW yang terkesan membatasi, sekali lagi harus diletakkan dalam
konteks memberikan petunjuk untuk menyempurnakan peran yang disandangnya.
VI.
PENUTUP
Demikianlah
makalah ini penulis sampaikan, semoga bermanfaat bagi para pembaca yang
budiman. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun penulis harapkan
untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maragi,
Ahmad Musthafa. Terjemah Tafsir Al-Maragi. Semarang: CV. Toha Putra. 1363 H.
Bahressy, Salim
dan Said Bahressy. Terjemah singkat Tafsir Ibnu Katsir jilid 4. Surabaya : PT
Bina Ilmu. 1988
Surin,
Bachtiar. Terjemah dan Tafsir Al qur’an : huruf arab dan latin. Bandung :
Penerbit Fa. Sumatra.
Al qur’an dan
Tafsirnya. Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf Universitas Islam Indonesia. 1995.
Hanafi, Muchlis
M. Tafsir Al qur’an Tematik : Kedudukan dan Peranan Perempuan. Jakarta :
diterbitkan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al qur’an. 2009.