Rabu, 13 Juni 2012

Peranan Wanita (Tafsir An-Nahl:97)

Semoga dapat menjadi tambahan dalam belajar..

I.                   PENDAHULUAN
Kebahagiaan hidup adalah cita-cita setiap manusia. Seringkali kita melihat seluruh manusia setiap hari berusaha untuk menggapai kebahagiaan. Setiap hari kita berjibaku dan berpeluh keringat untuk mendapatkan kebahagiaan.
Manusia memiliki pandangan beragam tentang sesuatu yang dapat membuatnya bahagia. Sebagian orang ada yang hanya berusaha mengumpulkan uang, baik dengan cara halal atau haram, karena ia menganggap kebahagiaan ada pada uang yang mencukupi dan melimpah. Sehingga seluruh tenaga, dan pikirannya terpusat kepada bagaimana mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. Sebagian lagi ada yang menganggap bahwa kebahagiaan terletak pada kedudukan yang tinggi dimasyarakat. Orang semacam ini setiap hari berusaha untuk mencari kedudukan terpandang dengan cara halal atau haram. Ia tidak memiliki pikiran selain hanya bagaimana caranya ia naik pangkat atau menjadi pejabat.
Seluruh pikiran dan tenaga orang semacam ini akan dikerahkan untuk menggapai kedudukan, dan jabatan yang tinggi Baik laki-laki dan perempuan, diberi kesempatan oleh Allah untuk mendapatkan kebahagiaan jika mereka mau beramal sholeh dengan disertai iman. Allah tidak membedakan antara mereka, kebahagiaan yang dijanjikan-Nya adalah sama, tidak ada pembedaan pembagian pahala kepada hamba-Nya yang mau beramal sholeh dengan disertai iman.

II.                AYAT dan ARTINYA
Ayat berikut ini, jelas menjadi pendukung tentang kesetaraan bagi laki-laki maupun perempuan untuk berkarir dan berprestasi, baik dibidang spiritual maupun karier secara profesional. Dalam surat An Nahl ayat 97, Allah SWT berfirman :
من عمل صالحا من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فلنحيينه حياة طيبة ولنجزينهم أجرهم بأحسن ما كانوا يعملون
“Barang siapa mengerjakan kebajian, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan dengan pahala yang lebih dari apa yang telah mereka kerjakan.”

III.             PENGERTIAN SECARA GLOBAL
Dalam surat An Nahl ayat 97 ini, Allah berfirman memberi janji kepada orang yang beramal soleh, amal yang bermanfaat dan sejalan dengan kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya, orang lakikah ia atau perempuan, asalkan ia dalam keadaan beriman, akan diberinya kehidupan yang baik didunia dan di akhirat akan diberinya pahala yang jauh lebih baik dari apa yang diamalkan itu.
Kehidupan yang baik ialah kehidupan yang berbahagia, santai dan puas dengan tunjangan rezek yang halal. Kata “حيوة  طيبة    dalam ayat ini diartikan sebagai kepuasan dan tidak tamak terhadap kelezatan dunia, karena dalam ketamakan itu terdapat kepayahan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasullah SAW bersabda :
قد افلح من أسلم ورزق كفاف وقنعه الله بما اتاه.
“ Berbahagialah orang yang memeluk Islam dan diberi rezeki yang cukup serta Allah memuaskannya dengan apa yang telah diberikan kepadanya.”
IV.             PENJELASAN
a.      Utamanya
Orang mu’min memperoleh kehidupan yang baik yang disertai dengan rasa puas.
Selanjutnya Allah mendorong mereka untuk tabah dalam melaksanakan segala ketaatan dan kewajiban agama :
من عمل صالحا من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فلنحيينه حياة طيبة ولنجزينهم أجرهم بأحسن ما كانوا يعملون
Sungguh kami benar-benar akan memberikan kehidupan yang baik kepada orang yang melakukan amal sholeh dan melaksanakan segala kewajiban Allah, sedang dia percaya kepada pahala yang dijanjikan-Nya kepada orang-orang yang taat, dan kepada siksaan yang di ancamkan-Nya kepada orang-orang yang durhaka. Kehidupan yang baik itu disertai dengan rasa puas dengan apa yang telah dibagikan Allah kepadanya, dan ridho dengan apa yang telah ditetapkan baginya. Sebab dia mengetahui, bahwa rizkinya diperoleh karena Allah telah mengaturnya. Allah adalah pemberi karunia Yang Maha Pemurah ; tidak melakukan, kecuali apa yang mengandung kemaslahatan. Dia juga mengetahui segala kesenangan dunia itu cepat hilang. Karena itu, dia tidak memberikan tempat di dalam hatinya; dia tidak terlalu bergembira dengan memperolehnya, tidak pula bersedih hati dengan hilangnya.
Kemudian diakhirat kelak dia akan diberi balasan dengan pahala yang terbaik, sebagai balasan atas amal saleh yang telah dikerjakannya dan atas keimanan yang benar yang dipegangnya secara teguh.
Adapun orang yang berpaling dari mengingat Allah, sehingga dia tidak beriman dan tidak mengerjakan amal saleh, maka dia senantiasa berada dalam kesusahabn dan kepayahan, karena sangat tamak untuk memperoleh berbagai kesenangan dunia. Apabila ditimpa suatu bencana atau cobaan, maka dia akan sangat bersedih hati, gundah, dan gelisah. Kemudian apabila suatu kesenangan dunia terlewat olehnya, maka dia akan bermuka masam dan hatinya diliputi oleh perasaan sedih, karena dia mengira bahwa puncak kebahagiaan adalah tercapainya kesenangan hidup ini dan menikmati kelezatannya. Apabila tidak memperoleh apa yang dia kehendaki, maka dia akan mengharamkan segala apa yang dia impikan. Dia memandang apa yang dikehendakinya iu sebagai puncak kebahagiaan dan kebaikan.
b.      Tafsir yang lain
Firman Allah dalam surat An Nahl ayat 97, diartikan bahwa kehidupan yang baik di dunia dan akhirat adalah karunia yang disediakan Tuhan untuk orang-orang yang dapat memenuhi dua syarat :
1.      Beriman
2.      Beramal sholeh
Jadi seorang mu’min hendaknya mengerjakan perbuatan/ amal yang sholeh dengan disertai iman. Adapun laki-laki dan perempuan mereka mempunyai hak yang sama  untuk mendapatkan karunia itu. Tidak ada pembedaan antara keduanya pahala siapa yang lebih banyak atau berlimpah. Disini menunjukkan bahwa wanita memiliki peranan dan tanggung jawab yang sama pentingnya dengan laki-laki.
Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada teks ayat maupun hadits Nabi yang secara bebas melarang perempuan untuk bekerja diluar rumah sekalipun. Oleh karena itu, pelarangan terhadap perempuan untuk bekerja adalah kurang tepat , kaidah agama mengajarkan “Dalam hal kemasyarakatan pada dasarnya semua boleh selama tidak ada larangan, sebaliknya dalam hal ibadah “mahdah” semuanya terlarang selama tidak ada tuntutannya.
c.       Hadits-hadits
Ada beberapa hadits yang menerangkan tentang peranan wanita, diantaranya adalah :
1.      Menjadi pasangan suaminya
الا أخبرك بخير ما يكنز المرأة الصا لحة إذانظر اليها سرته وإذا أمرها أطاعته وإذا غاب  عنها حفظته (رواه ابو داود عن ابي عباس)  
Ingatkah kamu aku beritahu suatu kebaikan yang di dambakan untuk di miliki oleh manusia (suami)? Jawabnya adalah perempuan yang solehah, yaitu apabila suaminya memandangnya ia menggairahkan, jika suami menyuruhnya ia mentaatinya, dan jika suaminya tidak disampingnya ia memelihara dirinya.
(HR. Abu Dawud dari Ibnu Abbas)
2.      Menjadi manajer dalam rumah tangga
كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته الإمام راع ومسئول عن رعيته والرجل راع في اهله وهو مسئول عن رعيته والمرأة راععية في بيت زوجها ومسعولة عن رعيتها والخادم راع في مال سيده ومسئول عن رعيته قالوحسيت أن قد قال والرجل راع في مال ابيه ومسئول عن رعيته كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته
( رواه البخري ابن عمر)
“Kalian semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab tentang bawahannya. Imam (Kepala Negara) adalah pemimpin dan bertanggung jawab tentang rakyatnya. Suami menjadi pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab tentang mereka, istri juga pemimpin dan bertanggung jawab dalam pengaturan rumah tangganya, bahkan pembantu pun menjadi pemimpin dan bertanggung jawab tentang harta majikannya. Dan aku mengira Nabi akan melanjutkan bahwa laki-laki menjadi pemimpin dan bertanggung jawab tentang harta ayahnya. Jadi, setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab tentang yang dipimpinnya. (HR. Al Bukhori dari Ibnu Umar)
3.      Menjadi seorang ibu
حق الولد على الوالد أن يعلمه الكتابة والسباحة والرماية وان لا يرزق إلا طيباز ( رواه الحاكم والبيهقي عن ابو رافع) 
 “Kewajiban orang tua terhadap anaknya antara lain mengajarinya tulis-baca, berenang, memanah, dan tidak memberinya rezeki kecuali yang baik (halal).” (HR. Al-Hakim dan Al Baihaqi dari Abu Rofi’).
Hal yang sangat utama dalam merawat dan membesarkan anak adalah bagaimana ibu, dan tentu juga bapak, mengupayakan segala cara yang memungkinkan agar anak-anak mereka menjadi generasi yang unggul dalam berbagai aspek kehidupan.
d.      Pendapat Ulama’
Dengan kalimat yang singkat namun padat Ibnu ‘Asyur menyatakan bahwa setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan berhak mendapatkan bagiannya dalam menikmati fasilitas duniawi yang diperuntukkan baginya sebagai balasan atas kerja kerasnya atau sebagian usaha yang telah dia lakukan.
Catatan yang diberikan oleh Muhammad Al Gazali, seperti yang dikutip oleh Quraish Shihab sehubungan dengan tiadanya larangan bagi perempuan dalam hal kemasyarakatan layak untuk di renungkan:
1.      Perempuan tersebut memiliki kemampuan luar biasa yang jarang dimiliki oleh laki-laki, memperkenankannya bekerja akan membuahkan kemaslahatan untuk masyarakat, sedangkan menghalanginya dapat merugikan masyarakat karena tidak dapat memanfaatkan kelebihannya.
2.      Pekerjaan yang dilakukannya hendaklah yang layak bagi perempuan, apalagi kalau itu memang spesialisasinya perempuan, seperti menjadi bidan,dll.
3.      Perempuan bekerja untuk membantu tugas pokok suaminya.
4.      Bahwa perempuan perlu bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan hidup keluarganya jika tidak ada yang menjamin kebutuhannya atau kalaupun ada itu tidak mencukupi.

V.                KESIMPULAN
Akhirnya dapat dikatakan bahwa pada dasarnya Al qur’an / Islam menyebutkan bahwa kedudukan dan peran wanita adalah setara. Tidak ada larangan bagi perempuan untuk bekerja baik di dalam atau di luar rumah, dengan catatan pekerjaan itu dilakukan dalam suasana yang tetap menjaga kehormatannya dan memelihara tuntutan agama, serta menghindarkan dari hal-hal yang dapat mengundang efek negatif bagu dirinya, keluarganya, maupun masyarakatnya.
Di samping itu, seorang wanita juga mempunyai peran yang sangat penting dan banyak, seperti menjadi pasangan suaminya, menjadi manajer dalam rumah tangga, dan juga sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa spirit Al qur’an bukan untuk memberikan pembatasan aktivitas terhadap kaum perempuan, melainkan memberikan petunjuk bagaimana sewajarnya seorang perempuan muslimah menjalani hidupnya sebagai bentuk pengabdian terhadap Allah SWT. Sekiranya ada ayat Al qur’an atau hadits Nabi SAW yang terkesan membatasi, sekali lagi harus diletakkan dalam konteks memberikan petunjuk untuk menyempurnakan peran yang disandangnya.
VI.             PENUTUP
Demikianlah makalah ini penulis sampaikan, semoga bermanfaat bagi para pembaca yang budiman. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maragi, Ahmad Musthafa. Terjemah Tafsir Al-Maragi. Semarang: CV. Toha Putra. 1363 H.

Bahressy, Salim dan Said Bahressy. Terjemah singkat Tafsir Ibnu Katsir jilid 4. Surabaya : PT Bina Ilmu. 1988

Surin, Bachtiar. Terjemah dan Tafsir Al qur’an : huruf arab dan latin. Bandung : Penerbit Fa. Sumatra.

Al qur’an dan Tafsirnya. Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf Universitas Islam Indonesia. 1995.

Hanafi, Muchlis M. Tafsir Al qur’an Tematik : Kedudukan dan Peranan Perempuan. Jakarta : diterbitkan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al qur’an. 2009.